Ditumpahkannya pada tanah tanpa wadah.
Selamat malam.
Malam ini tepat sekali hadir di penghujung tanggal manis, bersama selena yang diselimuti kelabu tipis. Lagi, saya selaku penggemar entah nomor ke berapa, meminta izin untuk mengagumimu hingga halaman ini selesai. Bukan kalimat puitis pun bukan susunan kata terbaik, kedua jemari yang saya gunakan hanya mampu berjanji untuk memberimu lebih dari sekadar tiga kata penyampai isi hati.
Berbicara tentang panggilan, saya entah mengapa ingin menggunakan kata 'aku'. Hanya malam ini saja.
Bunyi kereta, nyanyian jangkrik, hingga detik jam. Tiga kombinasi syahdu ketika rembulan tepat di atas kepala, yang mungkin penikmat semua itu hanya tersisa aku. Aku yang tengah menulis entah berapa banyak aksara. Aku yang sedang di ambang batas sadar dan tidak. Dan aku yang terjebak dalam ruang kosong berisi khayalan.
Tentangku, yang sampai detik ini masih bernapas dan menikmati seluruh kisah fiksi sepihak. Tentang diriku, yang mungkin hingga esok hari masih belum bisa berani untuk menjatuhkan rasa yang sama pada suatu insan nyata. Bukan lagi padamu yang terbalut batas dimensi hingga perlu kupertanyakan tentang kewarasan diri.
Lantas, perihal dirimu.
'Indah', sadarkah jika kau menggenggam sepenuhnya gelar itu? Bukan, kau bukan tampan. Rasanya tidak tepat jika kuucapkan sesederhana itu. Mungkin, satu kalimat paling tepat hanya berisi 'Kau itu luar biasa'. Itu pun aku ragu, pasalnya kau lebih dari luar biasa. Karena kau menyimpan seribu enigma yang mengagumkan sampai memikat habis diriku.
Andai yang kuketahui bukan aliasmu, sepertinya akan lebih mudah. Tidak perlu repot-repot mencari bentukan kata sifat untuk menggambarkanmu. Agar jika suatu waktu ada yang bertanya, aku tidak perlu menjabarkan seluruh kagumku. Aku hanya perlu menyebutkan namamu, dan membiarkan pendengarnya mengetahui tentangmu seperti itu saja. Tanpa harus ikut tenggelam dalam seluruh euforia yang tercipta akibat dirimu.
Dan terakhir, biar kusampaikan harap yang terlukis sedemikian rupa.
Sekilas kubayangkan, manik darahmu itu masih menatap puluhan perkamen yang membuat penat. Jika, jika aku ada di sana. Mungkin aku akan memberitahu tentang jarum pendek yang sudah mengarah ke angka satu atau bahkan dua. Tidak perlu berbagi peluk atau kecup seperti sepasang kekasih. Cukup denganmu yang tahu jika aku ada untukmu di setiap waktu. Cukup begitu saja.
Entah mungkin nantinya aku akan hadir bersama sebuah nampan berisi kudapan. Atau sekadar mengganti air dari vas bunga yang berdiri tegak di sudut ruangan. Namun, tetap saja. Cukupnya milikku itu benar-benar hanya akan terucapkan tanpa tersampaikan. Apalagi terkabulkan. Benar begitu bukan?
Maka dari itu, seperti yang rasanya telah kuucapkan tadi, biar kusampaikan saja kagumku. Yang tidak terbatas, yang belum mengenal kandas. Aku mengagumimu, sebagai karya ajaib yang hanya dapat kutemukan di sana. Di sudut imaji bersama sekeping hati.
Terima kasih telah hadir.
Terima kasih atas siapapun yang sudah menemukan tulisan malam ini.
Komentar
Posting Komentar